BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pragmatik adalah studi tentang
makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh
pendengar (atau pembaca). Sebagai akibat studi ini lebih banyak berhubungan
dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya
daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam
tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah
kajian tentang penggunaan bahasa sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan
tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Deiksis
adalah kata yang tidak memiliki referen yang tetap ( tetapi berubah-ubah )
seperti kata saya, sini, sekarang. Misalnya dalam dialog antara A dan B, saya
secara bergantian mengacu kepada A atau B. Kata sini mengacu kepada tempat yang
dekat dengan penutur, kata sekarang mengacu kepada waktu ketika penutur sedang
berbicara.
Praanggapan mengacu kepada makna
tersirat yang ” mendahului“ makna kalimat yang terucapkan (tertulis). Makna ini
dapat ditangkap dan disimpulkan oleh pendengar ( pembaca ). Kalau kita
mendengar ujaran “ibunya sedang sakit”, maka “makna lain” yang bisa ditangkap,
yaitu ‘dia mempunyai ibu.’ Inilah yang disebut praanggapan. Untuk mengecek
kebenarannya, kita dapat menggabungkan keduanya dengan menempatkan praanggapan
di depan ujaran tadi menjadi: “Dia mempunyai ibu, ibunya sedang sakit”. Tetapi,
praanggapan itu akan janggal jika ditempatkan di belakang.
Suatu informasi pada dasarnya
mensyaratkan kecukupan (sufficient) dalam struktur internal informasi itu
sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan
tepat. Persoalan akan muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami
dari konteksnya. Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan
keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Menariknya, meski deiksis
ini erat kaitannya dengan konteks berbahasa, namun tidak masuk dalam kajian
pragmatik karena sifatnya yang teramat penting dalam memahami makna semantik.
Dengan kata lain deiksis merupakan ikhtiar pragmatik untuk memahami makna
semantik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang
dimaksud dengan deiksis?
2. Ada
berapa jenis deiksis?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang serta
rumusan masalah, adapun manfaat yang dapat dicapai yaitu :
1. Untuk
mengetahui yang dimaksud dari deiksis.
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis deiksis.
1.4 MANFAAT
PENULISAN
Adapun manfaat dalam penulisan
ini yaitu : Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan penunjang
kegiatan perkuliahan mengenai kajian Pragmatik, khususnya Deiksis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DEIKSIS
Deiksis adalah istilah teknis
(dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan
tuturan. Deiksis berarti Penunjukan melalui bahasa. Bentuk linguistic yang
dipakai untuk menyelesaikan penunjukan disebut ungkapan deiksis. Dengan kata
lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada
hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan
deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk
menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses
atau kala juga merupakan jenis deiksis. Misalnya then hanya dapat di rujuk dari
situasinya. Deiksis juga didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan
konteksnya. Contohnya dalam kalimat “Saya mencintai dia”, informasi dari kata
ganti “saya” dan “dia” hanya dapat di telusuri dari konteks ujaran.
Ungkapan-ungkapan yang hanya diketahui hanya dari konteks ujaran itulah yang di
sebut deiksis.
Lavinson (1983) memberi contoh
berikut untuk menggambarkan pentingnya informasi deiksis. Misalnya anda
menemukan sebuah botol di pantai berisi surat di dalamnya dengan pesan sebagai
berikut :
(1) Meet me here a week from now with a stick
about this big.
Pesan ini tidak memiliki latar
belakang kontekstual sehingga sangat tidak informatif. Karena unkapan deiksis
hanya memiliki makna ketika ditafsirkan oleh pembaca. Pada dasarnya ungkapan
deiksis ini masuk dalam ranah pragmatik. Namun karena penemuan makna ini sangat
penting untuk mengetahui maksud dan kondisi yang sebenarnya maka pada saat yang
sama masuk dalam ranah semantik. Dengan kata lain dalam kasus ungkapan deiksis,
proses pragmatik dalam mencari acuan masuk dalam semantik. Umumnya kita dapat
mengatakan ungkapan deiksis merupakan bagian yang mengacu pada ungkapan yang
berkaitan dengan konteks situasi, wacana sebelumnya, penunjukan, dan
sebagainya.
Deiksis dapat juga diartikan
sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan
yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi
ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara
(Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43).
Pengertian deiksis dibedakan
dengan pengertian anafora. Deiksis dapat diartikan sebagai luar tuturan, dimana
yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang tidak
merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk dalam
tuturan baik yang mengacu kata yang berada di belakang maupun yang merujuk kata
yang berada di depan (Lyons, 1977: 638 via Setiawan, 1997: 6).
Berdasarkan beberapa pendapat,
dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat
pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi
pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk,
pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada
bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula
ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu
disebut dengan katafora.
Fenomena deiksis merupakan cara
yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam
struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata
deiktis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata saya,
sini, sekarang baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di
tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat
orientasi deiksis adalah penutur.
2.2 JENIS-JENIS DEIKSIS
. Dalam
pragmatik, deiksis dibagi menjadi lima jenis meliputi: deiksis orang, deiksis
tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
a. Deiksis Persona (deiksis
orang)
Menurut
pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984: 21) bahwa deiksis persona merupakan
dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu. Deiksis orang
memakai istilah kata ganti diri; dinamakan demikian karena fungsinya yang
menggantikan diri orang. Bahasa Indonesia hanya mengenal pembagian kata ganti
persona menjadi tiga. Diantara ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti
persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga
dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk binatang). Referen yang ditunjuk
oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan
oleh peserta tindak ujaran.
Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar maka ia disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan disebut persona ketiga. Contoh pemakaian kata saya dan aku, masing-masing memiliki perbedaan pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal maupun informal. Jadi kata saya merupakan kata tak bermarkah sedangkan kata aku bermarkah keintiman.
Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar maka ia disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan disebut persona ketiga. Contoh pemakaian kata saya dan aku, masing-masing memiliki perbedaan pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal maupun informal. Jadi kata saya merupakan kata tak bermarkah sedangkan kata aku bermarkah keintiman.
b. Deiksis Tempat
Deiksis tempat
menyatakan pemberian bentuk kepada tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam
peristiwa berbahasa, yang meliputi (a) yang dekat dengan pembicara (di sini);
(b) yang jauh dari pembicara tetapi dekat dengan pendengar (di situ); (c) yang
jauh dari pembicara dan pendengar (di sana).
Di bawah ini masing-masing contohnya:
(a) Duduklah bersamaku di sini!
(b) Letakkan piringmu di situ!
(c) Aku akan menemuinya di sana.
(a) Duduklah bersamaku di sini!
(b) Letakkan piringmu di situ!
(c) Aku akan menemuinya di sana.
c. Deiksis Waktu
Deiksis waktu berkaitan
dengan pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu suatu tuturan diproduksi
oleh pembicara: sekarang, kemarin, lusa, dsb.
Contoh:
(a) Nanti sore aku akan datang kerumahmu.
(b) Bulan Juni nanti jumlah pengunjung mungkin lebih meningkat.
(a) Nanti sore aku akan datang kerumahmu.
(b) Bulan Juni nanti jumlah pengunjung mungkin lebih meningkat.
Kata nanti
apabila dirangkaikan dengan kata pagi, siang, sore atau malam tidak dapat
memiliki jangkauan ke depan lebih dari satu hari. Dalam rangkaian dengan nama
bulan kata nanti, dapat mempunyai jangkauan ke depan yang lebih jauh.
d. Deiksis Wacana
Deiksis wacana
yang berkaitan dengan bagian-bagian tentang dalam wacana yang telah diberikan
dan atau yang sedang dikembangkan: (a) anafora: yang pertama, berikut ini, dsb;
(b) katafora: tersebut,demikian, dsb.
Contoh anafora:
Film November
1828 bisa dibuat terutama berkat kerjasama dua orang, Nyohansiang dan Teguh
Karya. Yang pertama memiliki model dan ingin membuat film lain dari yang lain,
sedangkan yang satunya sutradara yang selalu tampil dengan film-film terkenal.
Contoh Katafora:
Pak Suparman
(56 tahun) seorang petani gurem yang bermukim di kalurahan Karangmojo,
kecamatan Cepu, berkisah demikian: ”Dengan berbagai cara saya berusaha agar
dapat meningkatkan produksi gurem dengan kualitas yang baik”.
e. Deiksis Sosial
Deiksis sosial
mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antarpartisipan
yang terdapat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini menyebabkan adanya
kesopanan berbahasa.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan maka dapat
disimpulkan bahwa Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “penunjukkan”.
Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang
menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang
disebut dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi
perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami
dengan tegas.Tenses atau kala juga merupakan jenis deiksis. Misalnya then hanya
dapat di rujuk dari situasinya. Deiksis ada lima macam, yaitu deiksis orang,
deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana dan deiksis social.
3.2 SARAN
Adapun yang dapat pemakalah sarankan adalah diharapkan
pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi perbaikan makalah lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
George
Yule. 1996. Pragmatik. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Kaswanti
Purwo, Bambang. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak
Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius.
kak, apa manfaatnya deiksis dalam pendidikan ?
BalasHapuskak, apa manfaatnya deiksis dalam pendidikan ?
BalasHapus